ayokutip.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kini menyasar drastis buron kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang di lingkungan Pertamina: Mohammad Riza Chalid (MRC). Riza—disangka otak pengadaan bermasalah—diduga berada di Singapura. Untuk itu, Kejagung memilih jalur diplomasi dan hukum: menggandeng otoritas Singapura melalui atase kejaksaan, Kejaksaan RI di Singapura, dan kerja sama bilateral.
Kronologi Penetapan Tersangka & Status Buron
Direktorat Penyidikan Jampidsus menetapkan MRC sebagai tersangka korupsi tata kelola minyak Pertamina periode 2018–2023. Itu terkait dugaan aliran fee ilegal dan skema impor yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
MRC sempat mangkir tiga kali dari panggilan penyidik dan kini berstatus buron. Menurut Direktur Penyidikan, Abdul Qohar, keberadaannya berada di luar negeri—diduga Singapura. Penetapan jadi tersangka dan pencarian internasional aktif berjalan.
Mekanisme Kerja Sama dengan Otoritas Singapura
Kejagung mengambil langkah-langkah ini:
-
Koordinasi via atase Kejaksaan RI di Singapura agar petugas lokal ikut menyelidiki dan mencari MRC
-
Pemanfaatan saluran Interpol & hukum internasional—rilis Silver Notice Singapura makin memudahkan pelacakan aset dan individu asing terkait kejahatan transnasional
-
Pemeriksaan saksi di Singapura: sejak Juni 2025, 22 pejabat dan trader minyak dari perusahaan Singapura dipanggil langsung oleh tim Jampidsus, sebagian tampil on-site dan
Langkah ini membuktikan Kejagung mengadopsi metode internasional dalam menyasar pelaku korupsi lintas negara.
Pemeriksaan Saksi & Koordinasi Saksi di Singapura
Tim Kejagung telah memanggil total 22 saksi dari perusahaan Singapura terkait skema trading minyak, dan pemeriksaan berlangsung antara 2–4 Juni 2025.
Beberapa korporasi besar di sektor minyak juga diperiksa—tiga pihak hadir langsung, dua lainnya secara online.
Untuk pengusaha seperti Riza Chalid, Tim Jampidsus mengupayakan kehadiran melalui saluran diplomatik, di antaranya atase dan Imigrasi Singapura.
Peran Silver Notice & Interpol
Singapura mengimplementasikan Silver Notice dari Interpol untuk melacak dan membekukan aset hasil kejahatan transnasional.
Dengan sistem ini, rakyat Singapura dan lembaga luar bisa saling berbagi data aset, rekening bank, dan properti milik tersangka. Ini jadi ancaman serius bagi MRC yang diduga menyimpan dana hasil korupsi di wilayah tersebut.
Tantangan & Hambatan Hukum
A. Yurisdiksi & Kedaulatan
Pihak Singapura hanya mau bantu jika ada permintaan hukum resmi dari Indonesia. Tanpa itu, pemanggilan bersifat terbatas.
B. Status Buron & Pencekalan
Riza Chalid belum ditangkap karena belum ada jejaring hukum (red notice atau extradisi). Pencekalan paspor dan proses diplomatik sedang dijajaki.
C. Koordinasi Lintas Instansi
Kejagung, Kemenkumham, dan atase bekerja sama dengan KPK, Kemenlu, serta Imigrasi Singapura—membangun arsitektur legal dan implementasi konkret.
Signifikansi & Dampak Strategis
-
Pembuktian upaya pemberantasan korupsi internasional
Langkah ini mendemonstrasikan bahwa korupsi yang lintas negara tak bisa lolos dari hukuman. -
Efek jera bagi pelaku
Penelusuran aset, pencekalan, dan kemungkinan ekstradisi menjadi peringatan keras kepada pemain korupsi lain. -
Reputasi hukum Indonesia
Kerja sama aktif dengan otoritas Singapura serta pemanfaatan Interpol memperkuat posisi hukum dalam diplomasi.
Dengan menggandeng otoritas Singapura, Kejagung semakin menunjukkan keseriusan menangani korupsi yang bersifat lintas batas—khususnya terhadap MRC. Pemeriksaan 22 saksi di sana, Silver Notice Interpol, dan kerjasama diplomatik jadi langkah strategis untuk mengembalikan hak pemerintah dan mengejar buronan.