Krisis Myanmar: Konflik yang Belum Berakhir
Krisis Myanmar berawal dari kudeta militer pada Februari 2021, ketika Tatmadaw (militer Myanmar) menggulingkan pemerintahan sipil yang sah. Sejak saat itu, negara ini dilanda kekacauan politik, konflik bersenjata, dan krisis kemanusiaan. Hingga tahun 2025, situasi belum menunjukkan tanda-tanda membaik.
Militer masih berkuasa, sementara kelompok oposisi dan etnis bersenjata memperluas perlawanan. Pertempuran terjadi di berbagai wilayah, menyebabkan jutaan orang mengungsi ke negara tetangga seperti Thailand, India, dan Bangladesh. Sementara itu, perekonomian Myanmar terpuruk dengan inflasi tinggi dan runtuhnya investasi asing.
Kondisi ini membuat Myanmar menjadi titik rawan yang mengancam stabilitas kawasan Asia Tenggara. ASEAN, sebagai organisasi regional, dituntut untuk mengambil peran lebih aktif dalam menyelesaikan konflik.
ASEAN dan Tantangan Penyelesaian Krisis
ASEAN sejak awal menghadapi dilema besar dalam menangani krisis Myanmar. Di satu sisi, prinsip non-interference membuat organisasi ini enggan mencampuri urusan domestik negara anggota. Namun di sisi lain, krisis Myanmar telah melampaui batas domestik dan mengganggu stabilitas kawasan.
Sejak 2021, ASEAN telah mengusulkan Five-Point Consensus, yang meliputi penghentian kekerasan, dialog konstruktif, penunjukan utusan khusus, serta bantuan kemanusiaan. Sayangnya, implementasi kesepakatan ini minim hasil karena junta militer menolak dialog dengan oposisi utama, termasuk Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).
Di tahun 2025, tekanan internasional semakin kuat agar ASEAN bersikap lebih tegas. Namun, perbedaan kepentingan di antara anggota membuat langkah kolektif sulit dicapai. Negara seperti Thailand dan Kamboja cenderung lebih lunak terhadap junta, sementara Indonesia dan Malaysia mendorong sikap lebih keras.
Peran Indonesia dalam Krisis Myanmar
Sebagai negara demokrasi terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki posisi penting dalam mengadvokasi penyelesaian krisis Myanmar. Pada masa kepemimpinan sebelumnya, Indonesia sering menjadi fasilitator dialog antara pihak-pihak yang bertikai.
Tahun 2025, Indonesia kembali mendorong ASEAN agar lebih aktif. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain:
-
Diplomasi Shuttle – Indonesia mengintensifkan diplomasi dengan semua pihak, baik junta, NUG, maupun kelompok etnis bersenjata.
-
Bantuan Kemanusiaan – Indonesia bekerja sama dengan lembaga internasional menyalurkan bantuan bagi pengungsi.
-
Tekanan Diplomatik – Indonesia mendesak mitra global seperti PBB, Amerika Serikat, dan Uni Eropa agar mendukung penyelesaian berbasis ASEAN.
Meski upaya ini belum sepenuhnya membuahkan hasil, Indonesia tetap dipandang sebagai aktor kunci dalam diplomasi Myanmar.
Dampak Krisis Myanmar terhadap ASEAN
Krisis Myanmar memberikan sejumlah dampak signifikan terhadap kawasan:
-
Stabilitas Regional
Konflik di Myanmar berisiko menyebar ke negara tetangga. Perdagangan lintas batas terganggu, dan arus pengungsi semakin besar. -
Citra ASEAN
Kegagalan ASEAN menangani krisis membuat kredibilitas organisasi ini dipertanyakan. Dunia internasional menilai ASEAN terlalu pasif dan tidak mampu menjaga stabilitas kawasan. -
Kerjasama Ekonomi
Myanmar menjadi titik lemah dalam integrasi ekonomi ASEAN. Situasi politik yang tidak stabil membuat investor ragu terhadap proyek regional, termasuk inisiatif RCEP dan konektivitas infrastruktur. -
Geopolitik Global
Krisis Myanmar menarik keterlibatan aktor eksternal. Tiongkok memiliki kepentingan strategis di Myanmar, sementara Amerika Serikat dan Uni Eropa mendukung oposisi. Persaingan geopolitik ini membuat krisis semakin kompleks.
Masa Depan Myanmar dan ASEAN
Masa depan Myanmar masih diliputi ketidakpastian. Ada beberapa skenario yang mungkin terjadi:
-
Status Quo – Junta tetap berkuasa, konflik berlanjut, dan Myanmar terisolasi.
-
Transisi Politik Bertahap – Tekanan internasional dan perlawanan internal memaksa junta membuka ruang negosiasi.
-
Perubahan Radikal – Perlawanan bersenjata berhasil menggulingkan junta, namun berisiko menimbulkan kekacauan baru.
Bagi ASEAN, apa pun skenario yang terjadi, krisis Myanmar akan menjadi ujian besar bagi relevansi organisasi ini. Jika gagal, ASEAN bisa kehilangan posisi strategisnya sebagai organisasi regional yang efektif.
Kesimpulan
Krisis Myanmar 2025 adalah salah satu tantangan terbesar bagi ASEAN. Konflik yang berlarut-larut tidak hanya merusak stabilitas domestik, tetapi juga mengguncang kawasan Asia Tenggara.
Indonesia, sebagai pemimpin alami ASEAN, memiliki peran strategis untuk terus mendorong solusi damai, menyalurkan bantuan kemanusiaan, dan menjaga kredibilitas organisasi.
Keberhasilan atau kegagalan ASEAN menangani krisis ini akan menentukan masa depan stabilitas kawasan, sekaligus memperlihatkan sejauh mana ASEAN mampu berdiri sebagai aktor regional yang dihormati dunia.
Referensi: